Musik berdentum-detum. Cahaya spotlight silih berganti
memancar. Berpuluh-puluh wanita dan pria berbaur di lantai tengah, sebagian
lagi duduk di kursi-kursi yang telah disediakan. Diskotik ternama itu dipenuhi
asap dari dry ice dan juga rokok yang dihisap pengunjungnya.
Disalah satu sudut yang gelap, ada sesosok wanita.
Duduk sendirian, meja di depannya penuh dengan gelas-gelas kosong yang isinya
telah diminumnya sejak ia sampai di diskotik ini. Rossa, 29 tahun. Termasuk
salah seorang diva Indonesia yang namanya telah terkenal dimana-mana, menatap
kosong sambil terus meminum isi gelas yang ada di tangan kirinya. Pandangannya
kabur, tubuhnya sudah sulit diajak kompromi. Tapi ia terus meminum isi gelas
itu, untuk melupakan kemelut rumah tangganya, melupakan penjualan album
terbarunya yang tidak begitu menggembirakan.
Di sudut yang gelap itu, tidak ada yang mengenalinya,
karena itu ia memilih untuk terus diam disitu, dan menghabiskan waktunya dengan
minum gelas demi gelas yang diantarkan oleh waitress.
Akhirnya isi gelas yang kesekian itu juga habis. Mata
Rossa memincing berusaha melihat jarum jam tangan yang ada di tangan kanannya.
Ternyata ia telah berada di diskotik itu selama 4 jam. Waktunya pulang.
Perlahan ia berusaha berdiri sambil berharap tidak ada
orang yang mengenali dia. Sempoyongan ia berjalan menuju pintu keluar, membelah
lautan manusia yang memadati diskotik itu. Susah payah dan perlahan ia berhasil
mencapai pintu keluar itu. Sambil menunduk dan berharap tidak dikenali, ia
menuju tempat tunggu taksi yang tersedia di depan. Satu taksi menghampirinya,
Rossa pun masuk.
Duduk di belakang supir taksi, ia menyebutkan alamat
rumahnya. Ia tidak tinggal lagi di rumah yang dulu setelah ia menikah. Karena
ia tidak mau teringat tentang masalah keluarganya. Rossa sengaja membeli sebuah
rumah yang lebih kecil, dengan 3 lantai. Hanya ditemani 2 pembantu, 2 satpam
dan 1 supir. Anaknya telah ia titipkan ke keluarga di Sumedang.
Perjalan ke rumahnya biasanya mencapai waktu 30 menit
lebih. Rossa duduk sambil bersandar, kepalanya mulai berdenyut akibat alkohol
tadi. Ia berusaha memejamkan matanya berharap sakit kepala itu bisa hilang.
Tiba-tiba sebuah handphone berdering.
Handphone i tu terus berdering. Supir taksi itu sempat
memalingkan wajahnya untuk melihat ke belakang. Seberkas cahaya dari lampu
jalan masuk menerobos menerangi penumpangnya.
Ia terkesiap. Itu Rossa. Si penyanyi.
Kahar. 50 tahun. Kemabli berusaha berkonsentrasi
membawa taksi itu. Dalam hatinya ia bertanya, kenapa Rossa yang terkenal itu
bisa mabuk berat seperti itu.
Handphone itu terus berdering.
Akhirnya Rossa menyerah, tangannya meraih ke dalam tas
kecil yang dibawanya, dan mengeluarkan handphone itu.
“Halo?”
Suaranya serak, hampir tak terdengar ditelan deru
taksi itu.
“Halo? Siapa?”
“Halo? Oh elo… gw lg di taksi, mau pulang.”
Tangan kiri Rossa memijati keningnya, berharap rasa
pusing yang terus menyerang bisa pergi.
“Dari tempat biasa.” Rossa berusaha mengikuti
pembicaraan. “Iya gw tau, gw pusing! Please jangan kuliahin gw dulu, gw tau lo
temen baik gw, tapi lo gak ngalamin apa yang terjadi ama keluarga gw. Please,
telpon gw telpon gw besok siang aja ya!”
Jari Rossa menekan sebuah tombol dan dilemparkannya
handphone itu di jok sebelah.
Lima menit berlalu, suasana taksi itu kembali sunyi.
Pikiran Kahar berputar cepat. Ia melihat sebuat
kesempatan yang bisa ia ambil dan akan membuat ia merasakan surga dunia di
hari-hari mendatang. Ia harus berpikir cepat.
Kahar membasahi tenggorokannya.
“Mau lewat tol atau gak usah mbak?” tanyanya sambil
melihat ke spion.
Rossa tidak menjawab.
“Mbak? Mau lewat tol atau gak usah?” Kahar bertanya
lebih keras lagi.
Tidak ada tanggapan.
Tangan kiri Kahar meraba-raba atap taksinya untuk
menyalakan lampu. Lampu pun menerangi mobil taksinya. Perlahan Kahar mengurangi
kecepatan sampai akhirnya taksi itu berhenti di pinggir jalan.
Sekarang ia bisa melihat, Rossa dengan balutan
backless warna kuning, dengan sepatu kuning juga, rupanya sudah tidak bisa
menahan kantuk yang menyerang dan tertidur. Pulas karena pengaruh alkohol yang
masuk ke dalam tubuhnya.
Bagian atas gaun kuning yang menutupi dada Rossa,
terikat dengan seutas tali kain ke leher Rossa. Dada Rossa bergerak naik turun
seiring hembusan nafasnya.
“Mbak? Mbak baik-baik saja?” Kahar kembali bertanya
dengan suara yang lebih keras.
Perlahan tangan Kahar terulur menyentuh lutut Rossa.
Begitu halus. Kahar menelan ludah.
“Mbak? Mbak?” Kahar mengoyang lutut Rossa, perlahan
dan makin keras. Gaun kuning itu tersingkap memperlihatkan paha Rossa yang
mulus.
Kahar tersenyum senang.
“Tidurlah terus Rossa. Akan gua bawa lo menikmati
surga bikinan gua!” Kahar tertawa dalam hati.
Taksi itu bergerak maju, seakan dikejar oleh sesuatu
sebelum akhirnya membelok ke sebuah jalan yang gelap jauh dari ruas jalan utama
tadi.
Di dekat kawasan industri yang sudah lama
ditinggalkan, Kahar menghentikan taksinya. Kawasan sekitarnya gelap gulita.
Perkampungan penduduk pinggir kota juga jauh dari situ. Jalan utama juga sama
jauhnya. Satu-stunya sumber cahaya adalah lampu di dalam taksi Kahar. Kahar
kemudian membuka pintu taksinya dan pindah ke belakang duduk di sebelah kiri
Rossa yang masih saja terlelap.
Tubuh Kahar bergetar. Nafsu, gembira, takut semuanya
menjadi satu ketika ia memandangi tubuh Rossa yang tergolek di sebelahnya.
Kahar melihat handphone yang tergeletak di jok. Sebuah HP yang canggih, lengkap
dengan kamera dan lampu blitz. Cocok sekali.
Kalau saja ia tidak mengingat waktu yang terus
berjalan, Kahar tidak akan berhenti memandangi Rossa yang tidak sadar apa yang
sedang akan terjad pada dirinya.
Setelah mencoba-coba HP Rossa, Kahar akhirnya bisa
mengoperasikan kamera lengkap dengan blitz yang tersedia. Ia pun mulai
mendekati Rossa, wangi tubuhnya mulai tercium. Tangan Kahar meraba leher Rossa
dan menemukan ikatan tali yang menahan bagian atas gaun backless itu. Dengan
satu tarikan terlepaslah ikatan itu.
Kahar menahan nafas. Matanya terbelalak. Sepasang
payudara yang bulat. Dengan puting yang berwarna merah mudah kecoklatan
terlihat di depan matanya. Betul-betul buah dada yang sempurna. Perlahan kedua
tangan Kahar yang gemetar meraba buah dada itu. Perlahan sampai akhirnya
meremas dengan lembut. Terasa kencang dan lembut. Puting susu itu mencuat
karena AC dari taksi yang dingin. Kahar mendekatkan mukanya, harum bau tubuh
Rossa semakin tercium. Lidah Kahar menjulur dan merasakan daging puting susu
Rossa yang kenyal, yang perlahan mengeras. Kahar membuka mulutnya dan akhirnya
puting itu dapat ia rasakan di seluruh mulutnya.
Sebuah desahan keluar dari mulut Rossa. Kahar
menghentikan kegiatannya. Memandangi Rossa yang ternyata masih terus terlelap.
Kahar memutuskan untuk segera melanjutkan rencananya. Masih banyak waktu untuk
menikmati tubuh Rossa, putusnya.
Ia mengambil HP itu, dan mulai mengambil gambar Rossa
yang setengah telanjang itu dari segala arah. Puluhan gambar ia ambil sampai
akhirnya Kahar merasa cukup.
Kemudian, dengan kondisi ruang gerak yang terbatas,
Kahar berhasil menurunkan celananya, dan mengeluarkan penisnya yang sudah
mengeras dari tadi. Ia mendekatkan penis itu ke bibir Rossa dan kembali
mengambil gambarnya. Lampu blitz berpijar setiap kali gambar muka Rossa yang
seolah-olah sedang akan melakukan oral ke penis Kahar ditangkap oleh lensa
kamera HP Rossa.
Akhirnya dengan nafas memburu, Kahar berhenti dan
merasa cukup. Perlahan ia mengikatkan kembali tali gaun backless Rossa. HP itu
ia masukan ke laci depan taksinya.
Degub jantung Kahar sudah hampir normal kembali ketika
taksi itu membelok masuk lagi ke jalur utama menuju rumah Rossa. Waktu
menunjukkan pukul 02:43 dini hari.
Tepat pukul 3 dini hari taksi Kahar berhenti di depan
rumah Rossa. Sebuah rumah di pemukiman elit, dengan pagar besi yang menjulang
tinggi, membuat orang di luar tidak dapat melihat apa yang ada di dalam. Rumah
yang sangat mendukung, kata Kahar dalam hati, sambil mengambil HP Rossa dan
memasukannya ke saku jaketnya.
Ia mengeluarkan kepalanya dari taksi dan menekan
klakson. Suara klakson membelah keheningan di depan rumah Rossa. Butuh 3 kali
klakson untuk membuat gerbang besi itu terbuka. Kahar langsung mematikan mesin,
keluar dari taksi, dan mengeluarkan Rossa dan membopongnya mendekati gerbang
Rasa kantuk dua orang satpam yang membuka gerbang
langsung hilang melihat majikan mereka dibopong oleh seorang supir taksi.
“Mbak?! Mbak Ocha kenapa mbak?!”
Kedua satpam itu langsung mengurung Kahar.
“Majikan lo mabok nih! Sampe pingsan di mobil gua!
Cepet bukain pintunya!” bentak Kahar
Kedua satpam itu tergopoh-gopoh memandu Kahar masuk
menuju sebuah garasi, lalu membelok ke kiri, melewati dapur yang luas, sebelum
akhirnya masuk ke ruangan utama rumah Rossa. Cahaya temaram menerangi rumah
itu, membuat Kahar bisa melihat sofa dan berbagai mebel mahal ada di rumah
Rossa.
“Langsung ke kamar tidurnya aja!” perintah Kahar pada
satpam yang ada di depannya.
Mereka pun menaiki tangga menuju lantai atas. Satpam
di depan Kahar membuka pintu pertama di sebelah kanan tangga itu dan menyalakan
lampu.
Kamar tidur Rossa begitu luas, lengkap dengan sofa
warna putih, ranjang warna putih, dengan selimut dan kasur yang terlihat begitu
empuk. Beberapa foto diri Rossa juga terpajang di sana. Ketiga orang itu
terlongo sejenak melihat kamar tidur yang sedemikian besar dan sangat nyaman.
Kedua satpam rumah Rossa juga baru kali ini melihat bagian dalam kamar tidur
Rossa karena are tugas mereka selama ini hanya menjaga gerbang depan.
Kahar yang segera sadar dari takjubnya, membawa Rossa
ke ranjang dan perlahan meletakan penyanyi itu. Gaun Rossa kembali tersibak dan
tertindih oleh pahanya sendiri sehingga ketiga pria itu dapat melihat betapa
mulusnya paha Rossa.
Ketiga pria itu berdiri bagai patung melihat Rossa
yang terus terlelap. Pahanya yang mulus, pinggangnya yang ramping, dadanya yang
tertutup gaun kuning itu naik turun perlahan seiring nafas Rossa. Ketiganya
seakan tidak ingin kehilangan setiap detik untuk melihat pemandangan itu.
Kahar menoleh ke kiri berpandangan dengan satpam yang
ada di kirinya. Setelah itu saat ia menoleh ke kanan, satpam yang ada di
kanannya juga sedang memandangi dia.
“Lo berdua betah kerja disini?” tanya Kahar sambil
kembali memandangi Rossa.
“Betah bang.” jawab satpam di kanan Kahar
“Majikan lo ini, perlakuannya gimana? Baek?”
“Baek bang. Ya namanya juga majikan. Emang kita
sebagai bawahan ya musti lakuin apa yang dia perintah kan bang.” satpam di kiri
Kahar menjawab.
“Nama lo berdua siapa sih?”
“Nardi bang.” Satpam dengan badan hitam dan tinggi
besar di sebelah kiri Kahar menjawab.
“Saya Rustam bang.” Rustam juga memiliki kulit hitam
tapi dengan perut yang agak buncit, tidak setinggi Nardi.
“Disini ada siapa aja selaen lo berdua dan majikan lo
ini?”
“Ada pembantu bang. Parto sama Narti. Terus ada supir
mbak Ocha, pak Rasto.” jawab Nardi.
“Lo mau ngesot ama majikan lo?”
Kedua satpam itu terjengit kaget mendengar pertanyaan
Kahar.
“Mak…mak..maksud abang gimana bang?” Rustam
terbata-bata.
“Masa lo gak ngerti maksud gua sih?” Kahar menatap
Rustam. “Gua bisa bikin supaya lo berdua bisa ngesot ama majikan lo ini. Asal
lo mau nurutin semua perkataan dan perintah gua. Singkatnya, majikan lo
sekarang gua bukan dia.”
Nardi dan Rustam yang sekarang sudah berdiri
berdampingan tampak takjub campur bingung. Keduanya melihat Rossa dan Kahar
bergantian. Jakun mereka naik turun menelan ludah.
“Gimana? Mau gak lo?”
Rustam dan Nadi berpandangan, lalu mereka tersenyum
lebar satu sama lain.
“Mau bang! Mau banget!” jawab mereka bersamaan.
“Bagus! Mulai sekarang lo berdua turutin apa perintah
gua.”
Kahar baru saja mendapatkan dua orang lagi untuk
membantu dalam menjalankan rencananya. Sejauh ini apa yang ia rencanakan telah
berjalan dengan lancar. Tinggal menjalankan langkah selanjutnya. Sebuah rencana
yang disusun dalam waktu singkat tapi akan membuat Kahar dapat merasakan surga
dunia.
“Oke, sekarang lo dengerin perintah gua!”
Kedua satpam itu mendekat dan berusaha konsentrasi,
sementara pikiran mereka sudah penuh dengan bayangan tubuh Rossa tanpa busana
sedikitpun.
“Lo tutup pintu, trus lo kunci. Abis itu lo bantuin
gua lepasin baju yang dipake ama majikan lo. Ngerti?”
“Ngerti bang!”
Nardi langsung mendekati pintu kamar Rossa dan
menutupnya tidak lupa mengucinya. Lalu buru-buru menyusul Kahar dan Rustam yang
sudah berdiri di sebelah ranajng Rossa
Tanpa banyak bicara mereka bertiga langsung melucuti
pakaian yang dikenakan oleh Rossa.
Tali gaun itu dilepas. Sepasang tangan meraih ke bawah
gaun Rossa dan menarik lepas celana dalam Rossa. Tubuh Rossa yang lunglai
didudukan, agar mereka bisa menarik gaun kuning itu lepas dari tubuhnya. Yang
terakhir sepatu Rossa pun lepas dari kaki Rossa.
Penis ketiga orang itu bagaikan mau meledak. Begitu
tegang sampai terasa ngilu melihat tubuh Rossa yang begitu kencang. Mulus.
Bersih. Perut yang ramping, tidak ada tanda-tanda lipatan ataupun lemak. Di
antara pahanya terlihat gundukan vagina yang begitu mengundang nafsu mereka.
“Sekarang gimana bang?” tanya Nardi tak sabaran.
“Sekarang giliran lo berdua lepasin baju lo sendiri.”
Bagai kesetanan kedua satpam itu berlomba menelanjangi
diri sendiri. Penis Nardi sudah sedemikian tegang. Panjang dan gemuk. Sedangkan
Rustam, sama bernafsunya. Penisnya yang gemuk seperti perutnya mengacung dang
bergoyang-goyang seperti ular.
“Sekarang gini, lo berdua boleh deketin majikan lo, lo
boleh pegang-pegang, lo boleh jilat-jilat, lo boleh ngapain aja selama itu gak
bikin dia bangun. Tapi lo belom boleh entotin dia, karena gua musti siapin
beberapa hal dulu supaya rencana gua bisa lancar.” kata Kahar. “Pokoknya kalo
langkah yang ini lancar, gua jamin lo bakalan bisa ngesot ama majikan lo sebanyak
ya lo mau besok-besok. Ngerti?!”
Walaupun agak kecewa karena batal meniduri majikan
mereka, Nardi dan Rustam tetap menganggukan kepala mereka. Daripada gak sama
sekali, lumayan bisa ngerasain bodinya mbak Ocha, pikir mereka.
Kahar mengambil HP Rossa tadi, dan mulai mengambil
gambar lagi. Berpuluh gambar berhasil ia ambil. Dua penis yang menempel di pipi
Rossa, tangan yang meremas payudara Rossa, lidah Rustam yang sedang menjilati
puting susu Rossa, dan masih banyak lagi.
Dengan hati-hati Kahar mengambil gambar sehingga muka
Rossa terlihat jelas sedangkan kedua satpam itu tidak.
Akhirnya, Nardi dan Rustam meyerah pada nafsu mereka,
mereka mengocok penis mereka sendiri dan mengeluarkannya ke dada Rossa. Kahar
dengan sigap merekam semuanya menjadi sebuah video.
Setelah puas, para satpam itu membersihkan sperma yang
belepotan di dada Rossa, sebelum kembali memakaikan kembali gaun, celana dalam
dan sepatu Rossa.
“Bagus! Rencana kita berjalan lancar! Sekarang kita
keluar, dan lo berdua besok biasa-biasa aja. Jangan berbuat macem-macem dulu.
Begitu majikan lo ini bangun, langsung lo SMS gua ya!” Kahar meberikan petunjuk
sementara Nardi dan Rustam menganggukan kepala mereka.
Mereka pun keluar dari kamar, dan bergegas menuju pos
satpam. Kahar memberikan nomor untuk menghubungi dia kepada Rustam.
Waktu menunjukkan pukul 03:53 dini hari ketika Kahar
memacu mobilnya menjauhi rumah Rossa.
Pukul 04:19 dini hari.
Kahar menghentikan taksinya di depan sebuah rumah
kecil, sedikit bobrok tempat dia tinggal. Ia pun masuk dan mengunci semua
pintu. Di dalam rumah itu hanya ada peralatan masak, sebuah notebook, dan
sebuah printer berwarna.
Tiga tahun yang lalu, Kahar adalah seorang yang
mempunyai pekerjaan yang sangat menjanjikan, manager personalia sebuah
perusahaan komputer di luar kota Jakarta. Namun Kahar melakukan hal-hal yang
tidak akan bisa ditolerir lagi oleh perusahaan itu, oleh karena itu setelah
berhasil membawa sejumlah uang, ia pun hijrah ke Jakarta. Untuk sementara ia
harus menyembunyikan diri terlebih dahulu. Karenanya ia memilih menjadi supir
taksi yang bisa dengan tenang menjelajahi kota Jakarta menunggu sebuah
kesempatan datang pada dirinya.
Kahar dengan cekatan memindahkan seluruh foto dari HP
Rossa ke notebooknya, menyalinnya ke dalah sebuah CD-ROM, dan kemudian mencetak
beberapa dari foto itu. Tidak lupa ia juga membuat sebuah VCD dari adegan yang
berhasil ia rekam tadi.
Pukul 04:58 dini hari.
Kahar memasukan hasil cetakan, CD-ROM dan VCD yang telah
selesai dalam sebuah amplop. Ia menarik laci mejanya, mencari-cari sesuatu
sebelum akhirnya ia menemukan sebuah sim card. Ia memasangkan sim card itu ke
HP Rossa dan mengaktifkannya.
Kemudian ia mencari daftar telepon yang ada di HP
Rossa sebelum akhirnya menemukan sebuah nama. Ia membuat sebuah MMS,
menambahkan beberapa foto Rossa di taksi dan dikamar tidurnya.
Kahar menekan tombol Send.
Kahar sudah terlelap di kasur yang ada di lantai
rumahnya ketika layar HP Rossa masih menampilkan proses pengiriman pesan tadi.
KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.الالله صلى الله عليه وسلموعليكوتهله صلى الل
BalasHapusKAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.الالله صلى الله عليه وسلموعليكوتهله صلى الل
KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.الالله صلى الله عليه وسلموعليكوتهله صلى الل
BalasHapusJual Vimax Asli Canada Di Medan
Jual Obat Kuat Viagra USA 100mg Di Medan
Jual Obat Kuat Hammer Of Thor Di Bali
Jual Obat Anabolic Rx24 Di Surabaya
Jual Obat Forex Asli Di Surabaya
Jual Vimax Asli Canada Di Sidoarjo
Jual Hammer Of Thor Asli Di Medan
Jual Obat Kuat Viagra Asli Di Surabaya
Jual Hammer Of Thor Asli Di Sidoarjo
Jual Obat Kuat Viagra USA Di Sidoarjo