Sensasi Pembantu


 Sambil menunggu kberangkatan pegawai di toko tanteku yg ingin pulang kampung dan menikah, Nakim sementara tinggal dirumahku.
Nakim memiliki tubuh yg tegap,dgn tinggi 155cm dan usia yg baru 14 tahun.
Walaupun agak pendiam,Nakim tergolong anak yg penurut dan rajin.
Sikap Nakim yg santun, mau belajar dan bertanya membuat istriku senang dgn kehadiran Nakim dirumah. Apalagi terkadang sifat lugu si Nakim kerap membuat istriku tertawa.
Akupun simpatik dgn sikap dan sifat Nakim, sehingga aku tak sungkan utk ikut menyiapkan keperluan Nakim sebelum nanti berangkat kerumah tanteku.
Baju kaos,kemeja, celana panjang, sampai celana pendek, entah baru dibeli maupun bekas dimasukkan ke kardus agar bisa Nakim bawa saat berangkat nanti.
Tak ada hal yg negatif yg muncul dari kehadiran Nakim dirumahku. Andaikata ada, mungkin itu adalah tatapan Nakim yg agak tajam saat menangkap belahan dada istriku yg kadang tak sengaja terlihat saat membungkuk.
Sering kutangkap moment itu yg kemudian membuatku akhirnya bertanya pada istriku.
Ternyata istriku pun tahu dan juga menceritakan kejadian di siang hari waktu Nakim naik keatas bangku utk mengganti lampu dapur, dimana kala itu istriku yg memegangi bangkunya. Bisa kubayangkan apa yg dilihat Nakim, apalg kaos ketat dgn bagian dada rendah adalah kostumnya saat itu.
Tambah lagi dgn Senyum dan cubitan istriku saat bercerita, jadi tanda bhw hal2 tadi terkadang juga disengaja oleh istriku.
“Jgn marah ya,pa..abis lucu liat mukanya”,goda istriku.Aku cuma bisa mesem saja.
Hal itu membuatku juga jd iseng mau mengetes si Nakim.
Suatu malam,istriku sudah tidur duluan dikamarnya, seperti biasa Nakim dan aku msh menonton Tv.
“bosen ya,kim..acaranya gini2 aja”,ujarku santai.
“iya yah,mas..aku jg ga ngerti film’nya nyeritain apa”,sahut Nakim.
“kita nyetel DVD aja ya,kim”,kataku sambil bangkit dr dudukku.
“emang pilem apa,mas ?”,tanya Nakim dgn nada bersemangat.
“pilem org gede..”,jwbku sambil nyengir.
Nakim manggut2 saja, tp kulihat ada tanda paham dari wajahnya.
Ku setel salah satu koleksi Miyabi ku dan ambil posisi duduk bersampingan dgn Nakim.
Kusulut sebatang rokok berbarengan dgn adegan film yg sudah dimulai.
Maria Ozawa yg cantik mulai berlenggak lenggok di layar kaca, menunjukkan keseksiannya didepan dua orang laki2 sbg ‘lawan’nya di film ini.
Ada rasa lucu didalam pikiranku,sejak 20menit film berjalan, Nakim diam saja, matanya tak lepas dari Tv didepannya, apalg saat adegan blow job yg ditampilkan sang Miyabi, nafas Nakim kulihat agak berat, kedua kakinya menjepit rapat.
“pernah nonton pilem ginian ga,kim ?”,ujarku menyela.
“udah pernah,mas..dulu dirmh temen, tp artisnya orang barat”,jwb Nakim tetap dgn nada yg sopan.
“ooh,baguslah..ga pa2 kok,udah gede”,jwbku cepat.
Nakim kembali lagi menatap layar Tv, kini terlihat sang artis sdg menikmati jilatan pada vagina’nya sambil terus memberi blow job. Untuk melayani dua org laki2, artis satu ini termasuk sudah sangat berpengalaman.
“suka ngocok,kim ?”,tanyaku langsung saja.
Nakim agak kaget mendengar pertanyaanku,tp ia tetap brusaha tersenyum.
“eh iya, mas..pernah”,jwb Nakim agak malu.
“kamu ampe ngempet gt”,ujarku pelan.
Nakim spontan membuka kakinya. Kulihat ia berusaha menutupi rasa malunya dgn merapikan posisi duduknya menjadi bersila.
“ga apa2,kim..mas juga dulu gitu”,ujarku santai.
Nakim pun tersenyum lagi dan mengangguk pelan.
Selanjutnya kuciptakan obrolan akrab agar dia tak grogi, skalian mengorek kebiasaan serta berapa besar ketertarikan Nakim trhadap yg namanya seks.
Sengaja kuselipkan sosok istriku dalam obrolan utk melihat respon si Nakim. Dan saat kubahas mengenai buah dada istriku yg montok,kulihat Nakim manggut2 sambil nyengir.
“pasti kamu pernah ga sengaja liat, kim”,pancingku pada Nakim.
“iya,mas..emang montok”,jwb Nakim pelan.
Aku dan Nakim pun tertawa kecil.
“penasaran ya,kim”,godaku sambil nyengir.
Nakim tak menjawab, tp cengiran’nya sudah jadi tanda bhw ia setuju dgn ucapanku.
Kulanjut obrolanku supaya Nakim bisa tambah berani mengungkapkan gairah seksnya.
Dari situ akhirnya aku tahu kalau dia sering onani, dan sering ngintip sepupu perempuannya waktu di kampung. Walau demikian,dia belum pernah ML dgn gadis manapun alias masih perjaka. Lain cerita kalau meraba payudara, biarpun agak malu2, ia mengakui pernah meremas payudara seorang gadis yg jadi temannya mengaji waktu di kampung ada hajatan yg menggelar layar tancap.
Dan yg terpenting dan terdengar agak menggelitik adalah saat ia menceritakan istriku yg pernah memakai tanktop tanpa bra sehingga puting susunya terlihat menantang.
Aku tersenyum mendengar cerita itu dan yakin sekali kalau kejadian itu pasti disengaja istriku.
“ga apa2,kim..ga usah malu, yg penting kamu kan ga kurang ajar, yg namanya keliatan, ya nikmati aja”,ujarku dgn nada dewasa agar Nakim tdk kuatir dgn apa yg telah ia ceritakan kepadaku.
“kamu berarti hobi ngintip ya?”,kataku melanjutkan obrolan.
“yah,itu juga kalo ada sela’nya,mas”,jwb Nakim yg nampak lbh santai dari sebelumnya.
Aku tersenyum dan otakku terinspirasi jawaban si Nakim.
“hbs nonton ginian juga pasti langsung ngajakin mbaknya maen”,ujarku sambil menyulut lg rokokku.
Nakim nyengir lebar,”ya iyalah,mas”
Aku bangkit kearah Tv, kumatikan film yg sedang berlangsung, Nakim menatapku tak mengerti, apalg saat kumatikan semua lampu2 yg biasa padam diwaktu malam.
Setelah itu kududuk lg disebelah Nakim yg masih bengong.
“mas mau masuk kamar yah..nanti pintu kamar ga aku tutup semua”,ucapku setengah berbisik.
Nakim agak terkejut, jelas sekali ia tak menyangka dgn apa yg ku ucapkan.
“tapi,mas..”,jwb Nakim ragu2.
“ga apa2, udah gede, biar tahu caranya”,sahutku dgn nada dewasa.
Nakim mengangguk pelan. Aku pun mengedipkan mataku agar Nakim bisa kembali rileks. Kumatikan rokok yg baru kunyalakan tadi di asbak dan bangkit berjalan masuk ke kamar tidur.
Kubangunkan istriku dgn kecupan lembut disertai dgn belaian dirambutnya.
“Mama,aku pengen nih”,bisikku sambil mencumbu lehernya.
Sambil menggeliatkan tubuhnya, istriku menoleh kearah pintu yg setengah terbuka. Aku tahu itu dan segera mengedipkan mata,memberi kode kepada istriku. Satu cubitan kecil jadi pertanda bhw ia mengerti maksudku. Perlahan diraih bahuku dan mulai menenggelamkan diri kedalam permainan.
Sambil mengulum bibir istriku kubuka kancing baju tidurnya satu persatu dan dgn perlahan kepalaku mulai turun ke dadanya.
Kujelajahi daging kenyal yg montok milik istriku dgn menjilati kulit halusnya, pelan tapi pasti hingga akhirnya terpusat ke puting susunya yg tegang terangsang.
Belum kulihat ada tanda2 org mengintip dari arah pintu kamar, sementara itu nampaknya istriku sudah mulai membalas rangsanganku dgn gigitan2 kecil didadaku dan beringsut makin kebawah.
Kuambil posisi duduk bersandar pada tumpukan bantal saat istriku mulai menjilati perutku dan perlahan menurunkan celana pendek yg kukenakan.
Rasa gemas dan gairah membuatku tak sabar, kuloloskan saja sekalian celana yg kupakai hingga kini tampaklah penisku yg tegang menantang.
Merespon tindakanku, istriku pun mulai melancarkan serangannya pada batang penisku.
Diawali dgn satu jilatan kecil yg menyapu lendir bening dikepala penis, disusul dgn jilatan lembut pada bagian batang hingga kebawah, istriku memulas penisku dgn mulutnya sedemikian telaten hingga kemudian dgn lembut ia memasukkan penisku kedalam mulutnya.
Dgn perlahan kepala istriku pun mulai turun naik, jilatan2 kecil diujung kepala penis didalam mulutnya,tambah lagi hisapan lembut dari mulutnya membuatku terlena.
Mungkin itulah yg membuatku baru tersadar bhw dipintu kamar sudah ada sepasang mata yg mengintip permainanku dgn istri.
Kurasa istriku lebih dulu menyadari itu sehingga ia memberiku cubitan khasnya sambil terus melakukan blow job.
Lenguhan dari mulut istriku yg melumat penisku, diiringi rasa nikmat yg kurasakan mengembalikan fokusku pada permainan.
Kuangkat kepala istriku agar bisa kulumat bibirnya, tanganku kembali bermain di dadanya yg kini terbuka dan nampak begitu menggairahkan tertimpa cahaya lampu tidur yg remang2.
Desahan istriku pun terdengar hebat, apalg saat mulutku kembali merangsang puting susunya yg kenyal. Nampak tangan istriku perlahan menurunkan celana tidurnya.
Tanganku cepat kebawah menyambut gairah istriku, belahan vaginanya yg basah kini jadi sasaran jari2 ku.
Dengan puting dihisap dan permainan jariku di vagina’nya,istriku terus mendesah sambil meremas rambutku.
“pa, udah dong, kapan nih”,tiba2 istriku merajuk.
Tak segera menjawab, kusempatkan mataku utk melirik kearah pintu, satu bayangan kepala kulihat disana. Aku yakin Nakim sudah betah dgn apa yg diintipnya.
Dorongan kecil membuat tubuhku kembali tersandar di tumpukan bantal dibelakangku.
Istriku melumat bibirku dgn nafsu. Tubuhnya menyusun posisi, dan tekanan telapak tangannya didadaku seakan-akan melarangku bergerak. Perlahan dalam cumbuan istriku, kurasakan satu liang lembab dan hangat kini perlahan menelan batang penisku, memulas dgn denyutnya, terus kebawah hingga masuk seluruhnya.
Aku menarik nafas sambil bersiap untuk menerima penetrasi.
Dgn tatapan lembut dan menantang, istriku pun mulai menari. Naik turun pinggulnya benar2 membuatku serasa jadi raja.
Tak segan tanganku meraih buah dadanya yg tersentak-sentak akibat gerakan tubuhnya.
Sesekali istriku terhenti dan menarik kepalaku ke dadanya sambil menekan penisku dalam2 ke vaginanya, saat itulah didalam vagina’nya, penisku seperti dilumuri lendir hangat. Beberapa saat istriku seperti melayang dalam nikmatnya utk kemudian mengayun lagi.
Melihat peluh istriku yg menetes didorong juga oleh hasrat ingin membalas, kupeluk istriku, kuatur kedua kakinya dan perlahan kuarahkan ia agar berbaring. Dan akupun mulai bekerja.
Dengan irama yg teratur, diselingi sentakan dan tekanan pada vagina istriku, kubuat istriku makin terlena.
“papa, ayo bareng2?,ucap istriku merajuk.
“iya,sayang..bentar yah”,jwbku sambil mencium kening istriku.
Tetap kuteruskan ayunan pinggulku, ku lesakkan terus menerus penisku ke vagina’nya.
Sampai pada satu titik, kurebahkan dadaku hingga menempel di dada istriku, kuatur kakiku lurus sejajar dgn istriku.
Istriku mengerti dan memeluk pinggangku dgn kedua tangannya.
Dgn gerakan yg seirama, kami berdua berjuang mencari satu titik yg sama.Titik yg jadi final dari tiap percintaan. Dan saat kami menemukan, kami berdua pun terbang bersama-sama, beberapa saat kami seperti lupa dan terus menikmati sampai akhirnya mereda.
Kecupan kecil dikening istriku sudah jadi kbiasaan yg kulakukan tiap selesai bercinta.
Perlahan ku turun dari tubuh istriku yg masih terkulai lelah. Sambil memberi selimut, kukedipkan mata kepada istriku sambil beranjak keluar.
“aku ke kamar mandi duluan ya,ma”,suaraku agak lantang mengiringi langkahku menuju pintu kamar.
Diluar kamar,ternyata Nakim sudah berdiri didepan pintu kamar mandi menungguku.
“gimana,kim?”,tanyaku berbisik.
Nakim tak mau bersuara krn takut terdengar, dia hanya mengangkat jempolnya sambil menunjukkan wajah salut.
Aku mengerti dan pasang senyum,”ya udah, tidur gih, besok aja bahasnya”,ucapku masih berbisik. Nakim mengangguk, pelan2 dia masuk ke kamarnya sendiri.Tak lupa ia agak membungkuk sbg tanda dia pamit masuk kamar.
Tak berlama-lama lagi kuteruskan niatku ke kamar mandi, disusul oleh istriku yg juga mau bersih2. Baru kemudian kembali ke kamar dan tidur.
Selang seharian aku tetap berangkat kerja seperti biasa sehingga blm sempat menanyakan kesan dan komentar Nakim atas kejadian semalam. Namun saat jam makan siang lewat telpon istriku menjelaskan kalau sikap Nakim tampak biasa saja, malah jadi lebih malu2 dibanding sebelumnya.
“pokoknya kamu tenang aja,pa..ini aku habis ngetes lagi nih”,ujar istriku ditelpon.
“ngetes apaan ?”,tanyaku heran.
“pokoknya nanti pulang aku kasih tau kamu”,jwb istriku singkat sebelum pembicaraan lewat telepon ini berakhir.
Sekitar pukul setengah enam aku sampai rumah,setelah mandi dan makan, istriku meminta diantar ke apotik utk membeli antibiotik, sementara itu kulihat Nakim bersikap seperti biasa.
Setelah belanja obat,istriku mengajak aku mampir utk minum es campur kesukaannya.
Sambil menikmati es campur, istriku pun bercerita bhw tadi siang dia sengaja memakai kaos ketat tanpa bra dan nonton Tv bersama Nakim.
Dan istriku pura2 tertidur diatas kasur tipis didepan Tv,dimana ia sengaja mengatur posisi terlentang agar bagian dadanya yg tanpa bra bisa terlihat oleh Nakim.
Dan dlm posisi pura2 tidur itulah istriku membiarkan Nakim yg ternyata berani membelai dada istriku. Menurut istriku, Nakim cukup lama membelai dada dan memainkan puting istriku yg menonjol di kaos ketatnya.
Istriku bercerita dgn nada lucu, sehingga aku jadi ikutan tertawa.
“nah,kamu nakal yah”,godaku pada istri.
“habis anaknya ngegregetin”,sahut istriku mencibir.
“huuu, demen yah”,kataku sambil mencubit dagu istriku.
“kaya ga cemburu aja kamunya”,jwb istriku cepat.
“tergantung..”,ucapku sambil menatap wajah istriku.
“tergantung apaan?”,tanya istriku.
“tergantung kamu ngapain”,sahutku nyengir.
“alaaa,nanti kamu ngambek”,goda istriku.
“emang kamu mau ngapain?”,tanyaku.
Istriku tertawa kecil. Dan matanya menatap ke wajahku lamat2.
“papa maunya aku ngapain?”,tanya istriku sambil senyum menggodaku.
“wah,ga tau ya,ma..”,jwbku bingung.
“emang kalo aku ngapa2in,kamu ga marah?”,tanya istriku masih dgn nada menggoda.
“marah dong, apalagi aku ga tau”,jwbku cepat.
“kalo kamunya tau, boleh dong?”,tanya istriku makin berani.
Aku tak menjawab dan mengajak istriku bergegas pulang. Istriku tertawa menggodaku, aku pun ikut tertawa.
Sampai dirumah, Nakim spt biasa membukakan pintu,menyambut kami dgn santunnya. Setelah kejadian tadi malam apalg tadi siang, Nakim nampak pandai dalam bersikap.
Setelah menutup pintu pagar, Nakim langsung sigap menyapu teras rumah.Kususul istriku yg sudah masuk ke kamarnya.
Senyumanku dibalas cibiran oleh istriku. Kulihat ia bersiap utk mandi. Baju tidur model terusan berbahan lembut sudah ia siapkan ditepi ranjang.
“ma, kamu nanti pura2 mabuk bisa ga?”,tanyaku sambil senyum.
“pura2 mabuk gimana?”,ucap istriku bingung.
“pura2 mabuk obat perangsang gitu..jd kamu kaya fly, tp tetap ada respon”,jelasku tetap mengulum senyum.
Istriku tampak berpikir sebentar utk mencerna kalimatku.
“maksud kamu buat…”,istriku berujar agak sangsi.
“ya iyalah, pokoknya kalo nanti kamu disuguhin teh manis, selang berapa menit, kamu awali dgn pusing aja”,jwbku cepat.
Istriku nyengir, cubitannya pun mulai beraksi.
“tapi kan susah juga lho,pa”,ujar istriku.
“ga usah ribet, targetnya juga ga ngerti kok soal mabuk2 gitu”,jwbku.
“pokoknya kamu atur setelah minum teh manis,ok”,kataku sambil mencolek dagu istriku.
Istriku mencibir dan mulai bergegas utk mandi. Akupun menghampiri meja rias di kamar utk mencari botol obat tetes mata yg terakhir kulihat sudah hampir habis.
Dengan cepat kubawa botol kecil itu ke dapur, segera kucuci bersih dan kuganti isinya dgn air putih biasa.
Selesai itu, dgn langkah cepat, kuhampiri Nakim yg sekarang sedang mengepel lantai teras depan.
“Kim, bentar deh”,panggilku dgn nada santai.Nakim pun menghampiri.
“habis ini kamu bikinin teh manis buat mbak, bisa kan?”,tanyaku agak berbisik.
“bisalah,mas”,jwb Nakim cepat.
“Nah, kamu masukin ini kedalam teh manisnya”,tambahku sambil memberikan botol kecil bekas obat tetes mata kepada Nakim.
“apaan nih,Mas?”,tanya Nakim heran.
“obat perangsang,udah..lakuin aja,ok”,jwbku singkat.
Nakim masih ragu tapi senyum tipis terlihat saat mendengar jawabanku.
“oke deh,mas”,kata Nakim sambil manggut2.
“tuang aja semua, biar makin mantep”,ujarku menambahkan.
Nakim mengangguk tanda mengerti dan memasukkan botol kecil tadi ke saku celananya.
Akupun masuk kedalam rumah dan duduk didepan Tv,tak berapa lama terdengar suara langkah istriku keluar dari kamar mandi yg kemudian menuju ke kamar tidur.
Dari teras depan, Nakim langsung ke dapur, tak lama kemudian terdengarlah suara sendok mengaduk pertanda Nakim telah membuat teh manis utk disuguhkan ke istriku.Diletakkan teh manis tadi diatas meja makan sambil mengangkat jempolnya kepadaku. Aku mengangguk sambil tersenyum.
Tak lama kemudian, muncullah istriku dgn baju tidur terusan bertali kecil dan berwarna pink yg tadi ia sudah siapkan.
“wah,Nakim tau aja..belum diminta,udah dibikinin”,ucap istriku segar mengomentari segelas teh manis hangat diatas meja.
“iya,mbak..”,jwb Nakim agak tersendat. Matanya melirik sebentar kepadaku.Kubalas lirikannya dgn satu kedipan mata.
Kulihat istriku pelan meminum teh manis buatan Nakim yg masih agak panas. Belum habis semua, dibawanya gelas teh itu dan duduk disampingku.
Kusetel Tv utk memberi kesan santai.
“kita nonton Tv,kim..”,ajakku dgn nada rileks.
Nakim senyum dan ikut duduk agak jauh dariku,matanya tertuju kearah Tv sambil sesekali melirik istriku yg juga menatap Tv sambil meminum teh manis sedikit demi sedikit.
Bra merah yg terbungkus baju warna pink menampakkan kesan seksi pada penampilan istriku malam ini.Kurasa itu juga yg jadi perhatian Nakim saat melirik istriku, apalg mengingat tadi siang ia sudah meraba dada istriku yg pura2 tertidur, pasti sensasinya masih terbayang di benak Nakim.
Istriku melirik kearahku saat segelas teh manis di tangannya telah habis ia minum.Sebentar ia bangkit ke dapur utk menaruh gelas kosong ditempat cucian piring, dan kembali duduk disampingku sambil terus menatap acara Tv didepannya.
Kulirik Nakim yg kurasa juga melihat hal itu, dan kini yg kulakukan adalah menunggu istriku beraksi.
Kurang lebih 15menit kemudian, istriku pun memulai.
“kepalaku kok puyeng ya,pa”,ujar istriku
“kok bisa?”,sahutku pendek sambil melirik Nakim.Nakim pun menatapku.
Perlahan istriku menyandarkan kepalanya dibahuku.
“pijitin kepalanya,pa”,ucap istriku dgn nada merajuk.
Kuatur posisi agar bisa menunaikan permintaan istriku. Kupijat keningnya pelan dan sementara sengaja kuatur sedemikian rupa menggeser-geser tali kecil baju tidur istriku agar lolos dari pundaknya.
Sesekali kulirik Nakim yg dari wajahnya sudah mulai tegang.Apalg waktu tali kecil dipundak istriku lolos turun dari tempatnya. Dgn begitu belahan dada istriku yg dibalut bra merah jadi lebih terlihat daripada sebelumnya.
Pijatanku mulai turun ke tengkuk istriku, mata istriku nampak terpejam dan bergerak seperti gontai, kudekatkan wajahku ke telinga kirinya, agar ia bisa merasakan hembusan lembut dari nafasku.
Terdengar desahan manja dari mulut istriku yg kemudian semakin merapatkan tubuhnya kepadaku. Utk seorang Nakim yg masih lugu, kurasa sikap istriku sudah cukup meyakinkan.
Kulirik Nakim yg tak henti2nya menatap istriku yg kini seperti lemah tak berdaya, senyum kecil terulas kearahku saat ia lihat istriku tak sadar waktu telapak tangan kananku mulai membelai dada montoknya. Tak segan sesekali kuremas dgn lembut dada istriku utk meyakinkan Nakim bhw obat perangsang yg ia taruh dalam teh manis tadi sudah bekerja.
Kuberi isyarat agar Nakim mendekat, ia pun menurut, kini tubuh istriku berada tepat didepannya. Remasanku di dada montok istriku pun lbh jelas terlihat. Sedangkan istriku bersikap spt orang ketiduran, sesekali saja desahannya terdengar pelan mengiringi rangsangan yg kuberikan kepadanya.
Melihat mata istriku yg terpejam, Nakim tak malu2 lagi menatap tubuh istriku.
Kusingkap lagi bagian depan baju istriku, Nakim nampak makin bernafsu.
Kuarahkan belaianku lebih kedalam, istriku menggeliat pelan, bibirnya membuka mengeluarkan desahan lembut yg semakin membangkitkan gairah.
Kuberi kode buat Nakim memberi tawaran kepada Nakim agar ikut menyentuh dada montok istriku.
Nakim mengulas senyum tipis. Dgn pelan, tangannya pun mulai terulur kearah belahan dada istriku, kuturunkan jemariku membiarkan Nakim bermain di dada istriku. Sbg gantinya, ku beri kecupan2 kecil di leher istriku.
Istriku menggeliat lagi. Segera kutangkap bibir merahnya dgn bibirku, bersamaan dgn itu Nakim pun meremas dada istriku dgn telapak tangannya.
Remasan Nakim membuat buah dada istriku tergerak naik jadi hampir keluar dari balutan bra merahnya. Melihat itu Nakim makin semangat, nafasnya memburu, Nakim pun semakin berani. Tangan kirinya mulai membelai paha istriku sementara tangan kanannya sudah mulai bermain di puting istriku yg kini mencuat keluar dari bra merahnya yg turun akibat remasan tadi.
Desah istriku makin jelas terdengar, Nakim tambah bernafsu, apalg saat melihat istriku menciumi leherku dgn mata terpejam. Kukedipkan mataku skali lagi pada Nakim. Senyum tipisnya kembali terulas, namun kini bercampur aduk dgn gejolak gairahnya yg menyala.
Kulumat lagi bibir istriku sambil perlahan mengatur posisi agar Nakim lebih leluasa menikmati dada istriku. Benar saja, tanpa ragu lagi, Nakim pun menggerakkan kepalanya kedepan dan dgn gemas menangkap puting susu istriku yg menegang dgn mulutnya.
Istriku sempat tersentak menerima rangsangan itu. Rasa nikmat menjalari tubuhnya kian dalam, tangannya pun meraih kepala Nakim yg sedang terbenam didadanya. Nakim sempat melirik kepadaku, kurespon dgn mengangkat jempolku sesaat. Tampaknya Nakim yakin dgn iming2 obat perangsang pemberianku yg telah ia tuang di teh manis yg diminum istriku. Ia pun kembali membenamkan wajahnya ke dada istriku dan membasuh kenyalnya dada montok istriku dgn lidahnya.
Tangan istriku meremas rambut Nakim, sementara itu bibirnya menciumi leherku. Tangan Nakim yg tadi membelai-belai paha istriku pun kini sudah mulai naik keatas, menuju daerah lembab di selangkangan.
“enak ga,ma?”,tanyaku mesra.
“uuh,papa jahat”,jwb istriku ditengah gairahnya. Matanya setengah terpejam dan kulihat ia sebentar melirik Nakim yg makin terlena didadanya.
Sekali lagi istriku tersentak, jari2 Nakim ternyata telah sampai di tujuannya,perlahan masuk ke balik celana dalam istriku dan mulai bermain disana.
Menyesuaikan permainan Nakim, kuarahkan istriku agar berbaring, dgn begitu tangan Nakim bisa bebas bermain di vagina istriku.
Dengan posisi terlentang begitu, berganti aku yg memberi rangsangan di dada istriku, sementara Nakim kubiarkan menjelajahi vagina istriku dgn jemarinya.
Tak henti2nya istriku mendesah sampai satu pekikan kecil pun terdengar saat celana dalamnya disingkap dan jari Nakim menyeruak masuk ke liang vagina’nya. Tanpa rasa malu lagi Nakim pun tak segan sesekali menggunakan mulutnya utk memberi rangsangan di daerah itu.
“buka ya,ma”,ujarku lembut pada istriku yg cuma dijwb dgn anggukan pelan.
Kuberi isyarat pada Nakim, Nakim pun mengerti dan perlahan membuka celana dalam istriku.
Melihat liang kenikmatan didepan matanya, Nakim seperti gelap mata, tak ayal lagi kepalanya maju utk mencicipi vagina istriku dgn mulutnya.
Hal ini tentu diluar dugaan, lidah Nakim yg liar menjilati vagina istriku dgn rakusnya. Istriku lagi2 tersentak menerima rangsangan yg dilancarkan Nakim di vaginanya.
Rasa nafsu mulai menguasaiku, kukeluarkan penisku dari celana yg cepat diraih oleh istriku diiringi desahnya yg kian rapat.
Perlahan mulai kuatur lagi posisi dudukku, mendekatkan penisku ke wajah istriku. Merasakan gelagat itu,istriku sempat membuka matanya dan menatap ku tajam, tp ku tak terlalu menghiraukan, dgn lembut kubelai rambut istriku dan menempelkan ujung penisku dibibirnya.
Lumatan Nakim yg liar membuyarkan tatapan istriku, gejolak nafsu kembali melanda, dgn menoleh ke kiri,diraihlah penisku masuk ke mulutnya.
Kepala dan pinggul istriku terjebak dalam sensasi nikmatnya memberi dan menerima. Mungkin ia pun sudah lupa rencana awal yg mana dia harus bersikap spt orang mabuk, yg kulihat kini nafsunya yg bicara.
Setelah puas menjilati selangkangan istriku, Nakim mengangkat kepalanya, cepat kuulur tanganku dan mengirim jariku utk bermain di vagina istriku. Hal itu sengaja kulakukan agar tak ada yg hilang dari sensasi yg dirasakan istriku, sementara kuberi isyarat agar Nakim berganti posisi.
Nakim pun pindah kini ke sebelah kanan tubuh istriku, kuberi isyarat lagi pada anak itu utk membuka celananya. Pertama Nakim tampak ragu, namun tatapan mataku membuatnya memilih utk menurut saja.
Nakim membuka celananya, tampak penis Nakim yg tak terlalu besar namun sudah sangat tegang.
“bentar ya,ma”,ucapku mesra sambil memundurkan pantatku agar penisku keluar dari mulut istriku. Istriku mengeluarkan desahan merajuk, ku arahkan kepalanya dgn lembut kearah kanan, Nakim menatapku seakan tak percaya. Dgn mata setengah terpejam istriku memecah kebisuan dgn meraih penis Nakim masuk ke mulutnya. Kulihat Nakim mengejang. Nafasnya makin memburu. Kini lebih mirip orang megap2. Bersahut2an dgn lenguhan dari mulut istriku yg sedang melumat penisnya.
Melihat itu kurasa sudah waktunya aku bekerja, cepat ku ambil posisi setengah duduk diantara kedua paha istriku dan menggapai dada istriku dgn telapak tanganku, perlahan tapi pasti, ujung penisku mencari sarangnya.
Pada satu titik yg hangat, penisku pun menyeruak masuk, rasa hangat meliputi penisku yg makin dalam menyusup. Kuteruskan dgn perlahan, dan kuberi tekanan saat benar2 masuk seluruhnya.
Lenguhan nikmat keluar dari mulut istriku yg tersumpal oleh penis Nakim. Dgn penuh perasaan akupun memulai tugasku. Kuayun pinggulku dgn ritme pelan sambil sesekali memberi sentakan.
Sensasi memberi dan menerima kembali istriku rasakan. Ia terus berusaha memberi kocokan pada penis Nakim dgn mulutnya, sementara itu penisku terus bermain mundur maju di vagina’nya.
Tak lama kemudian tiba2 Nakim menengadah. Terdengar lenguhan istriku seperti terkejut. Tangan Nakim menahan kepala istriku dgn kuatnya, desis dari mulut Nakim terdengar parau. Hingga beberapa detik terlihat Nakim seperti melayang.
Kuperlambat ayunan ku, kulihat ada cairan putih kental yg tercecer dari sela bibir istriku. Dan kini dgn telaten istriku pun mulai memberi sentuhan akhir pada penis Nakim yg barusan muntah dimulutnya.
Dgn wajah malu, seperti tersadar dari mimpi, Nakim melirik ke arahku dan memberi isyarat pamit ke kamar mandi. Kujawab dgn anggukan cepat, bergegas ia mengambil celananya dari lantai dan melangkah cepat kearah kamar mandi.
Aku kembali pada tugasku, cubitan kecil istriku seperti mengembalikan gairah yg tersendat barusan. Kuayunkan lagi penisku kini dgn ritme yg lebih cepat. Sampai pada akhirnya bersamaan dgn istriku mencapai klimaks’nya.
Istriku tampak kelelahan, begitu pun aku. Tapi harus kuabaikan lelahku, setelah meraih celanaku yg tercecer dilantai, bergegas aku menuju kamar mandi.
Kudapati Nakim ada disana baru selesai bersih2.
“kim,kamu langsung tidur aja,biar mas ya urus..mumpung mbak’nya belum sadar bener”,ucapku sambil berbisik. Nakim mengangguk cepat. Rasa malu, takut dan lelah memancar dari wajahnya, bergegas ia menuju kamar tidurnya dgn langkah tak bersuara.
Mendengar suara pintu kamar Nakim yg ditutup, istriku pun bangkit menuju kamar mandi. Dan kami pun mandi, membersihkan diri dari keringat dan lendir akibat permainan tadi. Karena lelah, kamipun segera masuk kamar dan tertidur.
Sudah tiga hari sejak malam penuh gairah yg kualami bersama istri dan Nakim.
Tak ada yg berubah dari sikap Nakim, malah kulihat ada malu yg amat sangat diwajahnya saat ku bertanya soal kejadian terakhir. Istriku pun kusuruh bersikap biasa saja. Karena Nakim benar2 percaya kalau waktu itu istriku dalam keadaan mabuk berat dan kemudian menyangka permainan itu adalah hanya antara aku dan istriku.
Beberapa hari kemudian Nakim pun berangkat kerumah tanteku. Tak ada yg berubah saat suatu hari aku mampir ke toko kaset tanteku. Nakim tetap santun, malah seperti malu membahas kejadian terakhir dirumahku.
Kurang lebih 6 tahun Nakim bekerja di toko kaset tanteku, hingga akhirnya Nakim pulang kampung karena bapaknya meninggal, dan tidak kembali lagi karena harus menjaga ibu dan adiknya.
Selang beberapa bulannya, Nakim pernah menelponku dari kampungnya, mengabarkan bhw ia ingin melangsungkan pernikahan, ia berharap sekali aku hadir. Namun karena jadwal kerjaku, aku tak bisa memenuhi undangannya.
Dan terakhir kali kudengar, Nakim sudah beranak dua.
Kusampaikan kabar baik itu ke istriku. Satu cubitan kecil yg khas mendarat di perutku.
“ih, kok nyubit sih”,ujarku sambil menangkap pegelangan tangan istriku.
“semua gara2 kamu tau..”,jwb istriku masih terus berusaha mencubit.
“iya, jadi si Nakim males kerja,malah kepengen kawin”,jwb istriku lagi.
Aku pun tertawa sambil mendekap tubuh istriku. Istriku pun ikut tertawa dan kembali mencubit perutku.
Dan kamipun larut dalam canda penuh kemesraan

Penyanyi Rossa


Musik berdentum-detum. Cahaya spotlight silih berganti memancar. Berpuluh-puluh wanita dan pria berbaur di lantai tengah, sebagian lagi duduk di kursi-kursi yang telah disediakan. Diskotik ternama itu dipenuhi asap dari dry ice dan juga rokok yang dihisap pengunjungnya.


Disalah satu sudut yang gelap, ada sesosok wanita. Duduk sendirian, meja di depannya penuh dengan gelas-gelas kosong yang isinya telah diminumnya sejak ia sampai di diskotik ini. Rossa, 29 tahun. Termasuk salah seorang diva Indonesia yang namanya telah terkenal dimana-mana, menatap kosong sambil terus meminum isi gelas yang ada di tangan kirinya. Pandangannya kabur, tubuhnya sudah sulit diajak kompromi. Tapi ia terus meminum isi gelas itu, untuk melupakan kemelut rumah tangganya, melupakan penjualan album terbarunya yang tidak begitu menggembirakan.


Di sudut yang gelap itu, tidak ada yang mengenalinya, karena itu ia memilih untuk terus diam disitu, dan menghabiskan waktunya dengan minum gelas demi gelas yang diantarkan oleh waitress.


Akhirnya isi gelas yang kesekian itu juga habis. Mata Rossa memincing berusaha melihat jarum jam tangan yang ada di tangan kanannya. Ternyata ia telah berada di diskotik itu selama 4 jam. Waktunya pulang.


Perlahan ia berusaha berdiri sambil berharap tidak ada orang yang mengenali dia. Sempoyongan ia berjalan menuju pintu keluar, membelah lautan manusia yang memadati diskotik itu. Susah payah dan perlahan ia berhasil mencapai pintu keluar itu. Sambil menunduk dan berharap tidak dikenali, ia menuju tempat tunggu taksi yang tersedia di depan. Satu taksi menghampirinya, Rossa pun masuk.


Duduk di belakang supir taksi, ia menyebutkan alamat rumahnya. Ia tidak tinggal lagi di rumah yang dulu setelah ia menikah. Karena ia tidak mau teringat tentang masalah keluarganya. Rossa sengaja membeli sebuah rumah yang lebih kecil, dengan 3 lantai. Hanya ditemani 2 pembantu, 2 satpam dan 1 supir. Anaknya telah ia titipkan ke keluarga di Sumedang.


Perjalan ke rumahnya biasanya mencapai waktu 30 menit lebih. Rossa duduk sambil bersandar, kepalanya mulai berdenyut akibat alkohol tadi. Ia berusaha memejamkan matanya berharap sakit kepala itu bisa hilang.


Tiba-tiba sebuah handphone berdering.


Handphone i tu terus berdering. Supir taksi itu sempat memalingkan wajahnya untuk melihat ke belakang. Seberkas cahaya dari lampu jalan masuk menerobos menerangi penumpangnya.


Ia terkesiap. Itu Rossa. Si penyanyi.


Kahar. 50 tahun. Kemabli berusaha berkonsentrasi membawa taksi itu. Dalam hatinya ia bertanya, kenapa Rossa yang terkenal itu bisa mabuk berat seperti itu.


Handphone itu terus berdering.


Akhirnya Rossa menyerah, tangannya meraih ke dalam tas kecil yang dibawanya, dan mengeluarkan handphone itu.


“Halo?”


Suaranya serak, hampir tak terdengar ditelan deru taksi itu.


“Halo? Siapa?”


“Halo? Oh elo… gw lg di taksi, mau pulang.”


Tangan kiri Rossa memijati keningnya, berharap rasa pusing yang terus menyerang bisa pergi.


“Dari tempat biasa.” Rossa berusaha mengikuti pembicaraan. “Iya gw tau, gw pusing! Please jangan kuliahin gw dulu, gw tau lo temen baik gw, tapi lo gak ngalamin apa yang terjadi ama keluarga gw. Please, telpon gw telpon gw besok siang aja ya!”


Jari Rossa menekan sebuah tombol dan dilemparkannya handphone itu di jok sebelah.


Lima menit berlalu, suasana taksi itu kembali sunyi.


Pikiran Kahar berputar cepat. Ia melihat sebuat kesempatan yang bisa ia ambil dan akan membuat ia merasakan surga dunia di hari-hari mendatang. Ia harus berpikir cepat.


Kahar membasahi tenggorokannya.


“Mau lewat tol atau gak usah mbak?” tanyanya sambil melihat ke spion.


Rossa tidak menjawab.


“Mbak? Mau lewat tol atau gak usah?” Kahar bertanya lebih keras lagi.


Tidak ada tanggapan.


Tangan kiri Kahar meraba-raba atap taksinya untuk menyalakan lampu. Lampu pun menerangi mobil taksinya. Perlahan Kahar mengurangi kecepatan sampai akhirnya taksi itu berhenti di pinggir jalan.


Sekarang ia bisa melihat, Rossa dengan balutan backless warna kuning, dengan sepatu kuning juga, rupanya sudah tidak bisa menahan kantuk yang menyerang dan tertidur. Pulas karena pengaruh alkohol yang masuk ke dalam tubuhnya.


Bagian atas gaun kuning yang menutupi dada Rossa, terikat dengan seutas tali kain ke leher Rossa. Dada Rossa bergerak naik turun seiring hembusan nafasnya.


“Mbak? Mbak baik-baik saja?” Kahar kembali bertanya dengan suara yang lebih keras.


Perlahan tangan Kahar terulur menyentuh lutut Rossa. Begitu halus. Kahar menelan ludah.


“Mbak? Mbak?” Kahar mengoyang lutut Rossa, perlahan dan makin keras. Gaun kuning itu tersingkap memperlihatkan paha Rossa yang mulus.


Kahar tersenyum senang.


“Tidurlah terus Rossa. Akan gua bawa lo menikmati surga bikinan gua!” Kahar tertawa dalam hati.


Taksi itu bergerak maju, seakan dikejar oleh sesuatu sebelum akhirnya membelok ke sebuah jalan yang gelap jauh dari ruas jalan utama tadi.


Di dekat kawasan industri yang sudah lama ditinggalkan, Kahar menghentikan taksinya. Kawasan sekitarnya gelap gulita. Perkampungan penduduk pinggir kota juga jauh dari situ. Jalan utama juga sama jauhnya. Satu-stunya sumber cahaya adalah lampu di dalam taksi Kahar. Kahar kemudian membuka pintu taksinya dan pindah ke belakang duduk di sebelah kiri Rossa yang masih saja terlelap.


Tubuh Kahar bergetar. Nafsu, gembira, takut semuanya menjadi satu ketika ia memandangi tubuh Rossa yang tergolek di sebelahnya. Kahar melihat handphone yang tergeletak di jok. Sebuah HP yang canggih, lengkap dengan kamera dan lampu blitz. Cocok sekali.


Kalau saja ia tidak mengingat waktu yang terus berjalan, Kahar tidak akan berhenti memandangi Rossa yang tidak sadar apa yang sedang akan terjad pada dirinya.


Setelah mencoba-coba HP Rossa, Kahar akhirnya bisa mengoperasikan kamera lengkap dengan blitz yang tersedia. Ia pun mulai mendekati Rossa, wangi tubuhnya mulai tercium. Tangan Kahar meraba leher Rossa dan menemukan ikatan tali yang menahan bagian atas gaun backless itu. Dengan satu tarikan terlepaslah ikatan itu.


Kahar menahan nafas. Matanya terbelalak. Sepasang payudara yang bulat. Dengan puting yang berwarna merah mudah kecoklatan terlihat di depan matanya. Betul-betul buah dada yang sempurna. Perlahan kedua tangan Kahar yang gemetar meraba buah dada itu. Perlahan sampai akhirnya meremas dengan lembut. Terasa kencang dan lembut. Puting susu itu mencuat karena AC dari taksi yang dingin. Kahar mendekatkan mukanya, harum bau tubuh Rossa semakin tercium. Lidah Kahar menjulur dan merasakan daging puting susu Rossa yang kenyal, yang perlahan mengeras. Kahar membuka mulutnya dan akhirnya puting itu dapat ia rasakan di seluruh mulutnya.


Sebuah desahan keluar dari mulut Rossa. Kahar menghentikan kegiatannya. Memandangi Rossa yang ternyata masih terus terlelap. Kahar memutuskan untuk segera melanjutkan rencananya. Masih banyak waktu untuk menikmati tubuh Rossa, putusnya.


Ia mengambil HP itu, dan mulai mengambil gambar Rossa yang setengah telanjang itu dari segala arah. Puluhan gambar ia ambil sampai akhirnya Kahar merasa cukup.


Kemudian, dengan kondisi ruang gerak yang terbatas, Kahar berhasil menurunkan celananya, dan mengeluarkan penisnya yang sudah mengeras dari tadi. Ia mendekatkan penis itu ke bibir Rossa dan kembali mengambil gambarnya. Lampu blitz berpijar setiap kali gambar muka Rossa yang seolah-olah sedang akan melakukan oral ke penis Kahar ditangkap oleh lensa kamera HP Rossa.


Akhirnya dengan nafas memburu, Kahar berhenti dan merasa cukup. Perlahan ia mengikatkan kembali tali gaun backless Rossa. HP itu ia masukan ke laci depan taksinya.


Degub jantung Kahar sudah hampir normal kembali ketika taksi itu membelok masuk lagi ke jalur utama menuju rumah Rossa. Waktu menunjukkan pukul 02:43 dini hari.


Tepat pukul 3 dini hari taksi Kahar berhenti di depan rumah Rossa. Sebuah rumah di pemukiman elit, dengan pagar besi yang menjulang tinggi, membuat orang di luar tidak dapat melihat apa yang ada di dalam. Rumah yang sangat mendukung, kata Kahar dalam hati, sambil mengambil HP Rossa dan memasukannya ke saku jaketnya.


Ia mengeluarkan kepalanya dari taksi dan menekan klakson. Suara klakson membelah keheningan di depan rumah Rossa. Butuh 3 kali klakson untuk membuat gerbang besi itu terbuka. Kahar langsung mematikan mesin, keluar dari taksi, dan mengeluarkan Rossa dan membopongnya mendekati gerbang


Rasa kantuk dua orang satpam yang membuka gerbang langsung hilang melihat majikan mereka dibopong oleh seorang supir taksi.


“Mbak?! Mbak Ocha kenapa mbak?!”


Kedua satpam itu langsung mengurung Kahar.


“Majikan lo mabok nih! Sampe pingsan di mobil gua! Cepet bukain pintunya!” bentak Kahar


Kedua satpam itu tergopoh-gopoh memandu Kahar masuk menuju sebuah garasi, lalu membelok ke kiri, melewati dapur yang luas, sebelum akhirnya masuk ke ruangan utama rumah Rossa. Cahaya temaram menerangi rumah itu, membuat Kahar bisa melihat sofa dan berbagai mebel mahal ada di rumah Rossa.


“Langsung ke kamar tidurnya aja!” perintah Kahar pada satpam yang ada di depannya.


Mereka pun menaiki tangga menuju lantai atas. Satpam di depan Kahar membuka pintu pertama di sebelah kanan tangga itu dan menyalakan lampu.


Kamar tidur Rossa begitu luas, lengkap dengan sofa warna putih, ranjang warna putih, dengan selimut dan kasur yang terlihat begitu empuk. Beberapa foto diri Rossa juga terpajang di sana. Ketiga orang itu terlongo sejenak melihat kamar tidur yang sedemikian besar dan sangat nyaman. Kedua satpam rumah Rossa juga baru kali ini melihat bagian dalam kamar tidur Rossa karena are tugas mereka selama ini hanya menjaga gerbang depan.


Kahar yang segera sadar dari takjubnya, membawa Rossa ke ranjang dan perlahan meletakan penyanyi itu. Gaun Rossa kembali tersibak dan tertindih oleh pahanya sendiri sehingga ketiga pria itu dapat melihat betapa mulusnya paha Rossa.


Ketiga pria itu berdiri bagai patung melihat Rossa yang terus terlelap. Pahanya yang mulus, pinggangnya yang ramping, dadanya yang tertutup gaun kuning itu naik turun perlahan seiring nafas Rossa. Ketiganya seakan tidak ingin kehilangan setiap detik untuk melihat pemandangan itu.


Kahar menoleh ke kiri berpandangan dengan satpam yang ada di kirinya. Setelah itu saat ia menoleh ke kanan, satpam yang ada di kanannya juga sedang memandangi dia.


“Lo berdua betah kerja disini?” tanya Kahar sambil kembali memandangi Rossa.


“Betah bang.” jawab satpam di kanan Kahar


“Majikan lo ini, perlakuannya gimana? Baek?”


“Baek bang. Ya namanya juga majikan. Emang kita sebagai bawahan ya musti lakuin apa yang dia perintah kan bang.” satpam di kiri Kahar menjawab.


“Nama lo berdua siapa sih?”


“Nardi bang.” Satpam dengan badan hitam dan tinggi besar di sebelah kiri Kahar menjawab.


“Saya Rustam bang.” Rustam juga memiliki kulit hitam tapi dengan perut yang agak buncit, tidak setinggi Nardi.


“Disini ada siapa aja selaen lo berdua dan majikan lo ini?”


“Ada pembantu bang. Parto sama Narti. Terus ada supir mbak Ocha, pak Rasto.” jawab Nardi.


“Lo mau ngesot ama majikan lo?”


Kedua satpam itu terjengit kaget mendengar pertanyaan Kahar.


“Mak…mak..maksud abang gimana bang?” Rustam terbata-bata.


“Masa lo gak ngerti maksud gua sih?” Kahar menatap Rustam. “Gua bisa bikin supaya lo berdua bisa ngesot ama majikan lo ini. Asal lo mau nurutin semua perkataan dan perintah gua. Singkatnya, majikan lo sekarang gua bukan dia.”


Nardi dan Rustam yang sekarang sudah berdiri berdampingan tampak takjub campur bingung. Keduanya melihat Rossa dan Kahar bergantian. Jakun mereka naik turun menelan ludah.


“Gimana? Mau gak lo?”


Rustam dan Nadi berpandangan, lalu mereka tersenyum lebar satu sama lain.


“Mau bang! Mau banget!” jawab mereka bersamaan.


“Bagus! Mulai sekarang lo berdua turutin apa perintah gua.”


Kahar baru saja mendapatkan dua orang lagi untuk membantu dalam menjalankan rencananya. Sejauh ini apa yang ia rencanakan telah berjalan dengan lancar. Tinggal menjalankan langkah selanjutnya. Sebuah rencana yang disusun dalam waktu singkat tapi akan membuat Kahar dapat merasakan surga dunia.


“Oke, sekarang lo dengerin perintah gua!”


Kedua satpam itu mendekat dan berusaha konsentrasi, sementara pikiran mereka sudah penuh dengan bayangan tubuh Rossa tanpa busana sedikitpun.


“Lo tutup pintu, trus lo kunci. Abis itu lo bantuin gua lepasin baju yang dipake ama majikan lo. Ngerti?”


“Ngerti bang!”


Nardi langsung mendekati pintu kamar Rossa dan menutupnya tidak lupa mengucinya. Lalu buru-buru menyusul Kahar dan Rustam yang sudah berdiri di sebelah ranajng Rossa


Tanpa banyak bicara mereka bertiga langsung melucuti pakaian yang dikenakan oleh Rossa.


Tali gaun itu dilepas. Sepasang tangan meraih ke bawah gaun Rossa dan menarik lepas celana dalam Rossa. Tubuh Rossa yang lunglai didudukan, agar mereka bisa menarik gaun kuning itu lepas dari tubuhnya. Yang terakhir sepatu Rossa pun lepas dari kaki Rossa.


Penis ketiga orang itu bagaikan mau meledak. Begitu tegang sampai terasa ngilu melihat tubuh Rossa yang begitu kencang. Mulus. Bersih. Perut yang ramping, tidak ada tanda-tanda lipatan ataupun lemak. Di antara pahanya terlihat gundukan vagina yang begitu mengundang nafsu mereka.


“Sekarang gimana bang?” tanya Nardi tak sabaran.


“Sekarang giliran lo berdua lepasin baju lo sendiri.”


Bagai kesetanan kedua satpam itu berlomba menelanjangi diri sendiri. Penis Nardi sudah sedemikian tegang. Panjang dan gemuk. Sedangkan Rustam, sama bernafsunya. Penisnya yang gemuk seperti perutnya mengacung dang bergoyang-goyang seperti ular.


“Sekarang gini, lo berdua boleh deketin majikan lo, lo boleh pegang-pegang, lo boleh jilat-jilat, lo boleh ngapain aja selama itu gak bikin dia bangun. Tapi lo belom boleh entotin dia, karena gua musti siapin beberapa hal dulu supaya rencana gua bisa lancar.” kata Kahar. “Pokoknya kalo langkah yang ini lancar, gua jamin lo bakalan bisa ngesot ama majikan lo sebanyak ya lo mau besok-besok. Ngerti?!”


Walaupun agak kecewa karena batal meniduri majikan mereka, Nardi dan Rustam tetap menganggukan kepala mereka. Daripada gak sama sekali, lumayan bisa ngerasain bodinya mbak Ocha, pikir mereka.


Kahar mengambil HP Rossa tadi, dan mulai mengambil gambar lagi. Berpuluh gambar berhasil ia ambil. Dua penis yang menempel di pipi Rossa, tangan yang meremas payudara Rossa, lidah Rustam yang sedang menjilati puting susu Rossa, dan masih banyak lagi.


Dengan hati-hati Kahar mengambil gambar sehingga muka Rossa terlihat jelas sedangkan kedua satpam itu tidak.


Akhirnya, Nardi dan Rustam meyerah pada nafsu mereka, mereka mengocok penis mereka sendiri dan mengeluarkannya ke dada Rossa. Kahar dengan sigap merekam semuanya menjadi sebuah video.


Setelah puas, para satpam itu membersihkan sperma yang belepotan di dada Rossa, sebelum kembali memakaikan kembali gaun, celana dalam dan sepatu Rossa.


“Bagus! Rencana kita berjalan lancar! Sekarang kita keluar, dan lo berdua besok biasa-biasa aja. Jangan berbuat macem-macem dulu. Begitu majikan lo ini bangun, langsung lo SMS gua ya!” Kahar meberikan petunjuk sementara Nardi dan Rustam menganggukan kepala mereka.


Mereka pun keluar dari kamar, dan bergegas menuju pos satpam. Kahar memberikan nomor untuk menghubungi dia kepada Rustam.


Waktu menunjukkan pukul 03:53 dini hari ketika Kahar memacu mobilnya menjauhi rumah Rossa.


Pukul 04:19 dini hari.


Kahar menghentikan taksinya di depan sebuah rumah kecil, sedikit bobrok tempat dia tinggal. Ia pun masuk dan mengunci semua pintu. Di dalam rumah itu hanya ada peralatan masak, sebuah notebook, dan sebuah printer berwarna.


Tiga tahun yang lalu, Kahar adalah seorang yang mempunyai pekerjaan yang sangat menjanjikan, manager personalia sebuah perusahaan komputer di luar kota Jakarta. Namun Kahar melakukan hal-hal yang tidak akan bisa ditolerir lagi oleh perusahaan itu, oleh karena itu setelah berhasil membawa sejumlah uang, ia pun hijrah ke Jakarta. Untuk sementara ia harus menyembunyikan diri terlebih dahulu. Karenanya ia memilih menjadi supir taksi yang bisa dengan tenang menjelajahi kota Jakarta menunggu sebuah kesempatan datang pada dirinya.


Kahar dengan cekatan memindahkan seluruh foto dari HP Rossa ke notebooknya, menyalinnya ke dalah sebuah CD-ROM, dan kemudian mencetak beberapa dari foto itu. Tidak lupa ia juga membuat sebuah VCD dari adegan yang berhasil ia rekam tadi.


Pukul 04:58 dini hari.


Kahar memasukan hasil cetakan, CD-ROM dan VCD yang telah selesai dalam sebuah amplop. Ia menarik laci mejanya, mencari-cari sesuatu sebelum akhirnya ia menemukan sebuah sim card. Ia memasangkan sim card itu ke HP Rossa dan mengaktifkannya.


Kemudian ia mencari daftar telepon yang ada di HP Rossa sebelum akhirnya menemukan sebuah nama. Ia membuat sebuah MMS, menambahkan beberapa foto Rossa di taksi dan dikamar tidurnya.


Kahar menekan tombol Send.


Kahar sudah terlelap di kasur yang ada di lantai rumahnya ketika layar HP Rossa masih menampilkan proses pengiriman pesan tadi.

 

PASANG IKLAN ANDA DISINI

PASANG IKLAN ANDA DISINI